Kamis, 26 November 2015

Hidup dan Berbagi

Jika kamu tak punya harta, kamu masih punya tenaga untuk membantu sesama. Jika kamu tak punya tenaga, kamu masih punya ilmu untuk dibagikan. Tapi jika kamu tak punya ilmu, sungguh kamu orang yang akan menyesal.

Itulah sepenggal kalimat yang saya hadirkan sebagai renungan sebelum menuturkan pengalaman saya. Saya memanglah bukan orang yang berharta, karena hidup saya masih ditopang jerih keringat Bapak dan Ibu di rumah. Tapi, hidup pas-pasan di tanah rantau bukanlah menjadi halangan untuk berbagi kepada sesama.

Bapak dan Ibu selalu mendidik saya untuk menjadi anak yang peka terhadap lingkungan. Peka di sini adalah ketika melihat ada orang yang membutuhkan bantuan saya dididik untuk sigap memberikan pertolongan, ketika saya melihat lingkungan saya tidak terawat saya dididik untuk sigap membuat lingkungan di sekitar saya kembali lestari. Menolong, tidak harus "hanya menolong manusia" saja, tapi makhluk ciptaan Allah yang lainnya pun sama. Karena kita hidup saling berdampingan, jadi harus saling menjaga.

Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya, ketika saya tak punya harta saya masih punya tenaga untuk membantu sesama. Alhamdulillah, Allah mengaruniakan anggota tubuh yang lengkap dan fisik yang cukup tangguh. Selain tenaga, saya juga punya ilmu. Ya, walaupun ilmu yang saya miliki tidak ada apa-apanya, tapi sungguh ilmu yang saya miliki akan jauh lebih berharga ketika saya mau mengamalkan dan membaginya dengan orang lain.



Berbagi Ilmu di Gubuk Baca

Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi sebuah tempat dimana masyarakatnya beranggapan bila pendidikan bukanlah sebuah prioritas utama. Sebuah desa di dataran tinggi yang bisa dibilang terpencil karena terpisah dengan fasilitas umum. Akses jalan ke desa tersebut cukup terjal. Banyak aspal yang berlubang, jalanan menanjak dan berkelok. Kiri dan kanan jalan adalah perkebunan dan persawahan.

Di desa tersebut hanya berdiri sebuah sekolah dasar swasta dengan kualitas peserta didik yang kurang. Hal ini terbukti dari banyaknya siswa yang belum lancar membaca dan menghitung bahkan ketika sudah mencapai kelas 4. Hingga pada suatu ketika, salah seorang guru di sekolah tersebut berinisiatif untuk membuat kelompok belajar di luar jam sekolah dengan tujuan meningkatkan kualitas peserta didik dan menyebutnya dengan Gubuk Baca.

Singkat cerita, saya dan teman sekampus saya mendapat tugas untuk mengobservasi lembaga pendidikan non formal. Salah satu teman saya mengusulkan untuk melakukan observasi di Gubuk Baca di Jabung, Kabuaten Malang. Pertama kali melihat tempatnya, saya hanya bisa menelan ludah dengan susah payah. Saya bergeming, di tempat sesederhana itu kah mereka belajar?

Dan inilah realitanya...
Di tempat sesederhana itulah mereka bebas untuk belajar. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari jerih payah para relawan di Gubuk Baca. Demi meningkatkan kemampuan belajar anak-anak, mereka pernah terkendala izin orangtua anak-anak yang memilih anaknya untuk ngarit daripada belajar di Gubuk Baca. Namun, mereka tak gentar dan terus berusaha untuk menunjukkan pentingnya pendidikan. Hingga pada akhirnya usaha mereka membuahkan hasil. Lewat sebuah acara yang menampilkan potensi-potensi anak-anak seperti membaca puisi, menari dan sebagainya yang disaksikan oranatua serta perangkat desa setempat, masyarakat setempat mulai membiarkan anak-anak mereka belajar di Gubuk Baca dulu selepas sekolah.

Di Gubuk Baca, saya berkesempatan untuk mengajar seorang gadis cilik bernama Nisa, dia duduk di kelas 4 SD. Kebetulan, saat itu saya berkesempatan untuk mengajarinya matematika. Awalnya saya merasa kesulitan, karena saya baru menyadari bahwa mengajari anak kecil ilmu dasar itu lebih sulit daripada mengajari anak yang sudah punya simpanan ilmu dasar di skema otaknya. Nisa seringnya hanya terdiam menatap saya, dia kebingungan dengan penjelasan saya. Di sini saya belajar bagaimana caranya menjelaskan materi yang rumit secara sederhana. Kemampuan saya sebagai calon pendidik benar-benar diuji di sini.

Setelah pulang dari sana, saya merasa ada sebuah perasaan yang membuncah. Saya bahagia. Iya, saya bahagia karena saya bisa berbagi. Walaupun itu hanya sebatas mengajari Nisa mengkonversi satuan panjang, namun rasanya saya merasa berarti dan berguna sebagai manusia.

Dari Gubuk Baca, saya belajar banyak hal. Kesabaran, keikhlasan, keuletan adalah kunci untuk berbagi. Saya salut dengan para relawan yang tak pernah pamrih merelakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk adik-adik di Gubuk Baca. Berkat perjuangan mereka lah, adik-adik menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Berkat perjuangan mereka juga lah, kesadaran akan pendidikan semakin meningkat. Sungguh saya sangat berterimakasih atas pengalaman berbagi ilmu yang luar biasa di Gubuk Baca.

Menjadi Aktivis Rumah Peduli Sesama

Saya termasuk orang yang aktif atau lebih tepatnya susah untuk diam. Sejak duduk di sekolah menengah pertama, saya sudah aktif dalam organisasi siswa intra sekolah dan mengikuti berbagai ekstrakurikuler. Saat duduk di sekolah menengah pertama pun saya masih melakukan hal yang sama. Namun, saat memasuki masa kuliah saya merasa tidak nyaman mengikuti organisasi intra kampus. Saya merasa ada yang salah dengan diri saya

Organisasi intra kampus yang saya ikuti, tidak sesuai dengan ekspektasi saya sebelumnya. Bukannya menambah pengalaman melainkan menambah beban saya. Kuliah saya mulai berantakan dan saya mengalami stres yang berkepanjangan. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk berhenti dari organisasi intra kampus.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya adalah orang yang tidak bisa diam. Suatu ketika, seorang kakak tingkat saya mengajak saya untuk ikut menjadi anggota Rumah Peduli Sesama. Mendengar program-program yang telah dijalankan saya pun tertarik untuk turut menjadi anggota Rumah Peduli Sesama.

Bisa dibilang Rumah Peduli Sesama adalah sebuah organisasi di bidang sosial masyarakat, namun saya lebih senang menyebutnya sebagai sebuah komunitas. Di Rumah Peduli Sesama, saya menemukan sebuah keluarga baru dimana kami memiliki visi dan misi yang sama untuk berbagi kepada sesama.

Program pertama yang saya jalankan dua minggu yang lalu adalah bakti sosial di Yayasan Peduli Anak Cacat (YPAC) Kota Malang. Kami mengusung tema "Berkarya untuk Berbagi". Satu hari, kami dedikasikan untuk menghibur dan bercengkrama dengan penghuni asrama YPAC kota Malang. Di awali dengan menyanyi bersama, kemudian mewarnai gambar yang sudah kami sediakan. Sederhana memang, tapi bagi mereka ini bukanlah hal yang sederhana.

http://rumahpedulisesama.or.id/wp/

Saat itu, saya bertugas mendampingi seorang anak bernama Ben. Dia tidak bisa apa-apa dan tidak mengerti apa-apa. Saya membimbingnya untuk menggerakkan tangannya mewarnai gambar di depannya. Namun, tidak berhasil. Dia malah kabur dan memilih menari saat mendengarkan teman-temannya bernyanyi.

Selepas mewarnai kami memberikan hadiah untuk adik-adik. Bukan hadiah yang "wah" memang, tapi mereka tampak sangat senang menerimanya.

Entahlah, melihat adik-adik di sana membuat saya merasa kecil. Saya merasa selama ini saya kurang mensyukuri nikmat dalam hidup saya. Namun, mereka dengan segala keterbatasan, mampu menunjukkan bahwa mereka luar biasa.



Karena berbagi membuat hidup lebih berarti.
 Dari dua pengalaman saya di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa berbagi memang membuat hidup menjadi lebih berarti. Karena berbagi membuat kita belajar akan hal-hal yang tidak kita sadari sebelumnya. Karena berbagi membuat kita lebih mensyukuri apa yang kita miliki. Berbagi tidak akan membuat kita semakin miskin, justru sebaliknya, berbagi membuat kita lebih bijaksana dan rendah hati.

Jangan lupa bersyukur dan jangan berhenti berbagi ya kawan, semangat! :)



“Tulisan ini diikutsertakanpada Monilando's Giveaway : Spread The Good Story"


14 komentar :

  1. Masya Allah.. semoga menjadi relawan membuka ladang pahala yang tiada terputus ya mba :)

    Terima kasih atas kisahnya yg menginspirasi

    BalasHapus
  2. Alhamdulilah masih ada orang baik hati yg mau jd relawan luar biasa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, di sini saya masih menemukan banyak orang yang seperti itu Kak :)

      Hapus
  3. Semoga makin banyak yang tergerak hatinya menjadi relawan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin..
      terimakasih sudah berkunjung dan membaca :)

      Hapus
  4. ceritanya sangat menginspirasi mbak, semoga semakin banyak yang tergerak hatinya untuk membantu adik-adik kita yah, amin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin..
      terimakasih Mbak, sudah berkunjung dan membaca ^_^

      Hapus
  5. Teruslah berbagi mbak,, semoga adek2 disana bisa terus mendapatkan kebahagiaan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin..
      dan semoga lebih banyak hati yang tergerak untuk berbagi dengan mereka :)

      Hapus
  6. alhamdulillah di daerah tempat saya tinggal telah berdiri banyak sekolah. Tetap semangat mbak menebar kebaikan

    BalasHapus
  7. Semangat ya mbak :-) semoga yang dilakukan dapat balasan di akherat kelak..

    BalasHapus